Riwayat HAMKA

Saturday, July 15, 2006


Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah
Ulama Sekaligus Sastrawan Besar
Oleh: Alvia Harafit Lasmar’ati *

Sabtu, 01 Juli 2006


Namanya Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Lahir di Sungai Batang, Maninjau Sumatera Barat pada tanggal 17 Februari 1908 atau bertepatan dengan 14 Muharram 1326 H. Buya Hamka, begitu panggilannya, adalah seorang politikus, agamawan, wartawan, budayawan, ilmuwan, dan masih julukan yang dimilikinya. Ia juga seorang Ahli Tafsir Qur’an yang cukup terkenal. Karya tafsirnya yang cukup terkenal ialah Tafsir al-Azhar.
Tahun 1925, untuk pertama kalinya ia mengarang buku dengan judul Khatibul Ummah. Yaitu buku kumpulan pidato pada saat usianya baru 17 tahun. Di tahun 1929, Buya Hamka telah menerbitkan 4-5 buku yang berhubungan dengan tarikh (sejarah) dan sosial. Pada tahun 1923, untuk pertama kalinya ia menunaikan Ibadah Haji. Dalam lingkungan keluarga, ayahnya sangat keras dan fanatik terhadap ajaran agama. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk memberontak dan mengambil keputusan untuk melarikan diri ke Makkah. Kemudian pada tahun 1945-1949 ia kembali ke kampung halamannya di Sumatera Barat. Di sana ia ditunjuk sebagai ketua Muhammadiyah setempat. Ia berusaha melontarkan pikiran-pikiran pembaruannya.Tahun 1950 Buya Hamka pindah ke Jakarta. Ia menjabat sebagai pegawai tingkat tinggi Kementerian Agama. Ia termasuk kyai yang penuh semangat dalam mengabdi kepada masyarakat. Pada tahun 1975 secara resmi ia memangku jabatan sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan hasil musyawarah nasional pertama.Buya Hamka merupakan ulama yang pertama kali mampu menggunakan sastra yang bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan Allah SWT dan Risalah Rasulullah SAW. Segala pemikiran, ajaran, dan tingkah-lakunya memiliki makna yang unggul dan kharismatik. Kitab Itmat al-Diroya karya as-Sayuti telah dipelajari Hamka di bawah bimbingan ayahnya. Pengetahuan agamanya bersifat menyeluruh, baik menyangkut materi inti berupa ajaran agama, juga metode-metode yang digunakan. Pemikirannya bersifat tanggap terhadap kebudayaan masyarakat. Semua karya sastranya sangat menarik untuk dipelajari, karena warna lokalnya begitu hidup yang menggambarkan keadaan para pelaku yang hampir semuanya muslim, yang taat menjadi perantau di tanah orang. Masalah yang diangkat kebanyakan bersifat kemanusiaan.
Buku novel yang ditulis atau terjemahkan menjadi buah bibir di kalangan pemuda-pemudi pada masa itu. Bahkan menjadi kritik tajam bagi sebagian para ulam tradisional. “Haji atau ulama roman?”, begitu kritik yang ditujukan kepadanya. Karena para ulama tradisional pada saat itu kurang dapat menerima jika seorang ulama menulis tentang percintaan dan roman. Karya novelnya Merantau ke Deli, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk. Hamka juga menulis terjemahan karya pujangga Prancis tentang kehidupan seorang pelacur yang bernama Margarette Gauthier. Pada aspek religiusitas, pemikiran keagamaannya lebih cenderung ke tarekat. Hamka mendapat pendidikan agama dari sumber yang memiliki keabsahan penuh dilihat dari sudut pandang ortodok agama keluarganya. Sikap keagamaannnya timbul dari pikiran absolut yang bersifat sangat eksklusif dalam menegakkan kebenaran.Sebagai seorang politikus, ia berdiri di barisan depan membendung arus pengaruh Komunis pada zaman Orde Lama dan tampil sebagai figur ulama demokrat di masa Orde Baru. Pemikirannya telah menelurkan karya-karya Islam yang amat bermanfaat bagi umat. Sebagai pujangga, ia menampakkan diri dengan wajah humanis. Sebagai seorang pemimpin lembaga keagamaan, ia muncul dengan sikap politis otonom dan merdeka.Buya Hamka wafat pada bulan Juni tahun 1981 bertepatan dengan bulan Ramadhan 14 tahun lalu.

*) Ketua Bidang PSDK IMM Komisariat Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta